![]() |
| Elinda Rizkasari memaparkan opininya tentang makna Pendidikan di Hari Raya Idul Adha/Foto : Redaksi Solo |
REDAKSISOLO.COM - Opini - Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia memperingati Hari Raya Idul Adha dengan penuh suka cita. Bagi sebagian orang, momen ini identik dengan salat berjamaah, penyembelihan hewan kurban, dan pembagian daging. Namun, jika dicermati lebih dalam, Idul Adha sebenarnya menyimpan potensi luar biasa sebagai sarana pendidikan, terutama dalam membentuk karakter generasi muda.
Sayangnya, aspek pendidikan dalam perayaan Idul Adha kerap terabaikan, karena fokus masyarakat lebih dominan pada pelaksanaan ritual dan seremonial. Padahal, di balik kisah agung Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, tersimpan pesan moral mendalam yang sangat relevan untuk diajarkan kepada anak-anak dan remaja kita hari ini.
Mendidik Melalui Kisah Pengorbanan
Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang rela menyembelih anaknya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT adalah pelajaran tentang keikhlasan, kesetiaan, dan keberanian mengambil keputusan besar dalam hidup. Ismail yang rela menerima takdir dengan penuh keikhlasan juga memberi contoh nyata bagaimana nilai-nilai ketaatan dan pengorbanan bisa ditanamkan sejak usia muda.
Namun, dalam praktik pendidikan, kisah ini sering kali hanya disampaikan dalam bentuk cerita singkat atau kutipan khutbah. Nilai filosofisnya jarang dieksplorasi secara mendalam di ruang-ruang kelas maupun lingkungan keluarga. Anak-anak perlu didorong untuk merenungkan, berdiskusi, dan menarik makna dari kisah ini secara kontekstual, agar pesan-pesan moral tidak hanya berhenti sebagai narasi, tetapi membentuk sikap nyata dalam kehidupan.
Pembelajaran Sosial dari Proses Kurban
Selain nilai spiritual, penyembelihan hewan kurban juga mengandung pembelajaran sosial yang sangat kuat. Proses distribusi daging kurban kepada masyarakat, khususnya mereka yang kurang mampu, mencerminkan semangat berbagi dan keadilan sosial. Inilah momen penting untuk mengenalkan kepada anak-anak tentang pentingnya berbagi rezeki, peduli terhadap sesama, serta memahami arti empati secara nyata.
Sayangnya, banyak sekolah dan keluarga belum mengajak anak-anak terlibat langsung dalam proses kurban. Mereka hanya menjadi penonton. Padahal, melibatkan mereka secara aktif dalam memilih hewan kurban, menyaksikan penyembelihan (dengan pendekatan edukatif), hingga membagikan daging ke warga sekitar bisa menjadi sarana belajar yang sangat kuat.
Melalui aktivitas ini, anak-anak belajar mengenai manajemen, tanggung jawab, kerja sama tim, serta bagaimana menjalankan amanah secara kolektif. Ini adalah pembelajaran lintas disiplin: agama, sosial, bahkan logistik.
Idul Adha Sebagai Ruang Edukasi Inklusif
Idul Adha juga bisa dijadikan sebagai jembatan pendidikan yang inklusif. Nilai-nilai yang diajarkan—seperti solidaritas, kasih sayang, dan kemanusiaan—bersifat universal dan bisa dipahami oleh siapa pun, tidak hanya oleh umat Islam. Ini membuka peluang bagi sekolah dan komunitas untuk menyelenggarakan diskusi lintas iman, kolaborasi budaya, dan aktivitas sosial yang melibatkan berbagai kalangan.
Misalnya, dengan mengadakan kelas terbuka atau forum diskusi seputar nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam kurban, pelajar dari berbagai latar belakang bisa saling memahami dan belajar untuk hidup harmonis dalam keberagaman. Pendekatan ini bukan hanya memperkaya pemahaman agama, tetapi juga menumbuhkan toleransi sejak dini.
Kolaborasi Keluarga dan Sekolah
Peran utama dalam pendidikan anak ada di tangan keluarga dan sekolah. Idul Adha memberikan ruang yang luas bagi kedua institusi ini untuk bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai luhur. Orang tua bisa mengajak anak untuk berdialog tentang makna berkurban, memberikan teladan dalam berbagi, hingga menjelaskan proses penyembelihan dengan bahasa yang sesuai usia.
Di sisi lain, sekolah bisa mengemas kegiatan Idul Adha ke dalam bentuk pembelajaran tematik, seperti proyek menulis esai refleksi, dokumentasi kegiatan kurban, atau presentasi tentang makna pengorbanan dalam konteks kekinian. Dengan begitu, Idul Adha menjadi bukan hanya bagian dari pendidikan agama, tetapi juga media pembelajaran yang menyentuh aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.
Menjadikan Perayaan Bernilai Edukatif
Sudah saatnya kita memperluas makna Idul Adha, dari sekadar ritual ke arah transformasi nilai. Menghidupkan kembali nilai-nilai pendidikan dalam perayaan ini adalah bagian dari misi besar membentuk manusia Indonesia seutuhnya—berakhlak, berempati, dan peduli sesama. Seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan sejati adalah yang “memanusiakan manusia”.
Oleh karena itu, mari jadikan Idul Adha bukan hanya sebagai hari besar keagamaan, tetapi juga sebagai momen emas untuk mendidik, menginspirasi, dan memperkuat karakter anak bangsa.


